Keluhan Iman: Kisah Habakuk: Belajar Bertahan dalam Keluhan Iman

Nabi Habakuk adalah nabi yang berbeda dari yang lain; ia tidak berbicara kepada umatnya, melainkan kepada Allah Bapa—ia mengajukan keluhan. Kitab Habakuk adalah salah satu kitab yang paling jujur dan relevan di Alkitab, sebab ia mencerminkan perjuangan yang sering kita hadapi: bagaimana mempercayai Allah Bapa yang mahakuasa dan mahakasih, ketika kita melihat ketidakadilan dan kejahatan merajalela di dunia? Kisahnya mengajarkan kita untuk mengubah teriakan ‘Mengapa?’ menjadi ‘Pujian’ yang teguh.

1. Pertanyaan yang Berani: Mengapa?

Di awal kitab, Habakuk menanyai Tuhan dua kali (Habakuk 1:2-4; 1:13-17). Keluhannya sangat rasional:

  • Keluhan Pertama: Mengapa Tuhan membiarkan kekerasan, kejahatan, dan ketidakadilan terjadi di antara umat-Nya?
  • Keluhan Kedua: Ketika Tuhan menjawab bahwa Ia akan memakai bangsa Kasdim (Babel) yang lebih kejam untuk menghukum, Habakuk bertanya lagi: Mengapa Allah yang suci menggunakan alat yang lebih jahat untuk menghukum yang kurang jahat?

Habakuk menunjukkan kepada kita bahwa iman sejati tidak takut untuk bertanya. Allah Bapa mengizinkan kita membawa kebingungan dan bahkan kemarahan kita ke hadapan-Nya.

2. Jawaban Allah: Orang Benar Akan Hidup oleh Imannya

Setelah Habakuk memutuskan untuk menanti jawaban Tuhan (Habakuk 2:1), Tuhan memberikan jawaban yang menjadi salah satu pernyataan teologis paling penting dalam sejarah keselamatan:

“orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” — Habakuk 2:4b

Pesan ini, yang kemudian dikutip oleh Rasul Paulus dalam Roma dan Galatia, adalah inti dari iman kita. Jawaban Allah pada dasarnya adalah: Jangan fokus pada apa yang Anda lihat (kekacauan dan ketidakadilan), tetapi fokus pada apa yang Anda ketahui (kesetiaan Tuhan). Keadilan akan datang, tetapi sementara Anda menunggu, Anda harus hidup dengan berpegang pada iman.

3. Pilihan Akhir: Bersukacita di Tengah Kekeringan

Transformasi spiritual Habakuk mencapai puncaknya di bab 3. Setelah menerima kebenaran Tuhan, Habakuk membuat deklarasi yang luar biasa. Ia membayangkan skenario terburuk—tidak ada panen, ternak binasa, seluruh sumber daya habis (kekacauan absolut). Namun, ia memilih untuk bersukacita:

“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah… namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” — Habakuk 3:17-18

Habakuk menyadari bahwa sumber sukacitanya bukanlah berkat fisik, melainkan Tuhan itu sendiri.

4. Pelajaran untuk Kita

  • Jujur dalam Doa: Jangan takut mengajukan pertanyaan sulit kepada Tuhan Yesus.
  • Prioritas Iman: Pilihlah untuk hidup berdasarkan janji Tuhan (iman), bukan berdasarkan apa yang Anda lihat di dunia (situasi).
  • Sukacita dalam Diri Tuhan: Sukacita sejati tidak bergantung pada keadaan yang baik, tetapi pada hubungan yang baik dengan Allah Bapa.

Di tengah krisis atau ketidakpastian hari ini, di mana Anda meletakkan sukacita Anda? Apakah Anda masih berjuang dengan pertanyaan ‘Mengapa’? Ambillah contoh Habakuk. Bawa keluhan Anda ke hadapan Tuhan, dan dengan tegas, putuskan untuk bersorak-sorak di dalam Tuhan, bahkan sebelum jawaban atau mukjizat itu datang.

Berbagi
×