Pernikahan Kristen yang Dikehendaki Tuhan: Fondasi Kekuatan di Tengah Arus Dunia

Pernikahan adalah sebuah inisiatif ilahi, sebuah peraturan suci yang ditetapkan oleh Tuhan jauh sebelum institusi lainnya ada. Di tengah tantangan dan kompleksitas hidup masa kini, kembali pada pandangan Allah tentang pernikahan adalah kunci untuk membangun rumah tangga yang kuat dan memuliakan-Nya.

1. Bagaimana Tuhan Memandang Pernikahan: Panggilan untuk Kesatuan Kudus

Menurut Alkitab, pernikahan bukanlah sekadar kontrak sosial atau perjanjian emosional, melainkan sebuah Perjanjian Kudus yang memiliki tujuan mulia.

a. Inisiatif dan Tujuan Allah

  • Pernikahan adalah Gagasan Allah (Kejadian 2:18):“TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’” Pernikahan didirikan karena kebutuhan mendasar manusia akan kebersamaan, yang hanya dapat dipenuhi oleh pribadi yang “sepadan” yang diciptakan Allah. Ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah hadiah dan anugerah.
  • Dua Menjadi Satu Daging (Kejadian 2:24 & Matius 19:6):”Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.” “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Konsep “satu daging” berbicara tentang keintiman yang total—fisik, emosional, dan spiritual—serta sifat permanen pernikahan (monogami dan seumur hidup). Perceraian dipandang sebagai perusakan atas karya penyatuan Allah.

b. Gambaran Hubungan Kristus dan Jemaat

Pernikahan Kristen berfungsi sebagai cerminan tertinggi dari hubungan Kristus dengan Gereja-Nya (Jemaat).

  • Efesus 5:25, 28:”Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya…” “Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.” Suami dipanggil untuk memimpin dengan kasih pengorbanan (kasih agape), sementara istri dipanggil untuk menunjukkan rasa hormat yang datang dari ketaatan kepada Kristus.

2. Korelasi dengan Kehidupan Masa Kini: Membangun Bahtera di Tengah Badai

Di era modern, di mana perceraian meningkat, individualisme merajalela, dan definisi pernikahan dipertanyakan, pandangan Allah tentang pernikahan menjadi sangat relevan sebagai jangkar:

  1. Komitmen Seumur Hidup Melawan “Budaya Instan”: Konsep “tidak boleh diceraikan manusia” menantang mentalitas modern yang mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan. Prinsip ini mendorong pasangan untuk berjuang, bukan lari, melalui setiap masalah.
  2. Kekudusan Melawan Permisivitas: Pernikahan yang dikehendaki Tuhan menuntut kesetiaan mutlak (monogami) dan kekudusan tempat tidur (Ibrani 13:4), yang merupakan benteng moral di tengah budaya yang penuh dengan godaan seksual dan perselingkuhan.
  3. Pengorbanan Melawan Keegoisan: Panggilan untuk saling mengasihi seperti Kristus (bagi suami) dan menghormati (bagi istri) menempatkan fokus pada memberi daripada menerima. Ini melawan kecenderungan untuk memusatkan pernikahan pada pemenuhan diri sendiri.

3. Nasihat Menguatkan bagi Pasangan Muda: Tali Tiga Lembar Tak Mudah Diputuskan

Bagi pasangan muda, tantangan di awal pernikahan bisa terasa berat. Kekuatan rumah tangga Kristen terletak pada keterlibatan pihak ketiga: Tuhan sendiri.

a. Pentingnya Iman dan Prioritas Kristus

Pernikahan yang kuat dimulai dari dua individu yang imannya tertanam kuat dalam Kristus. Ketika kedua pasangan memprioritaskan hubungan mereka dengan Tuhan, hal itu secara otomatis meningkatkan hubungan mereka satu sama lain.

Pengkhotbah 4:12 (Ayat Penguat): “Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.”

“Tali ketiga” dalam pernikahan Kristen adalah Kristus. Ketika suami dan istri berpegangan pada Kristus, hubungan mereka menjadi tak terputuskan.

Kolose 3:14 (Ayat Penguat): “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”

Kasih yang dimaksud adalah kasih agape Kristus, yang harus dikenakan di atas semua kebajikan lainnya. Kasih inilah yang menjadi perekat dan penyempurna.

b. Keterbukaan Hati akan Pimpinan Tuhan

Pasangan muda perlu mengembangkan kebiasaan untuk selalu mencari kehendak Tuhan, baik dalam keputusan besar (pindah rumah, pekerjaan) maupun kecil (mengasuh anak, pengelolaan keuangan).

Amsal 3:5-6 (Ayat Penguat):

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”

Prinsip ini sangat penting dalam rumah tangga. Daripada mengandalkan kekuatan, emosi, atau logika pribadi, pasangan harus bersama-sama mengakui Tuhan sebagai kepala rumah tangga dan membiarkan-Nya memimpin setiap langkah.

Efesus 4:2-3 (Ayat Penguat):

“Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:”

Keterbukaan hati untuk menerima pimpinan Tuhan berarti juga memiliki kerendahan hati dan kesabaran untuk saling melayani dan memelihara kesatuan. Tidak ada ruang bagi keangkuhan atau keegoisan ketika Tuhan yang menjadi nahkoda.

Pernikahan Kristen yang dikehendaki Tuhan adalah panggilan untuk mengalami persatuan yang kudus, yang mencerminkan kasih Kristus yang rela berkorban. Dengan menjadikan Kristus sebagai Tali Ketiga dan bertekad untuk hidup dalam iman yang teguh serta keterbukaan hati akan pimpinan-Nya (Amsal 3:5-6), pasangan muda dapat membangun fondasi yang kokoh, menjadikannya kesaksian yang kuat di tengah dunia dan menghasilkan keturunan ilahi bagi kemuliaan nama Tuhan.

Berbagi
×