Kasih dan Pengampunan: Memecahkan Siklus Kepahitan (Matius 18:21-35)

Kasih agape yang kita bahas kemarin (1 Korintus 13) menemukan ujian terberat dan ekspresi paling radikalnya dalam tindakan pengampunan. Dalam Matius 18:21, Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus Kristus tentang batasan pengampunan: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Jawaban Tuhan Yesus Kristus bukan hanya menolak batasan, tetapi menghancurkannya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Tuhan Yesus Kristus kemudian menceritakan Perumpamaan Hamba yang Tidak Mengampuni untuk menjelaskan mengapa pengampunan harus tidak terbatas.
1. Perbedaan Hutang yang Radikal
Perumpamaan ini membandingkan dua hutang:
- Hutang Pertama: Seorang hamba berhutang sepuluh ribu talenta kepada rajanya. Jumlah ini luar biasa besar—mungkin setara dengan pendapatan seluruh wilayah selama bertahun-tahun. Itu adalah hutang yang mustahil dibayar.
- Hutang Kedua: Hamba yang sama ini, setelah diampuni seluruh hutangnya, menagih hutang kepada sesama hamba sebesar seratus dinar. Jumlah ini kecil, setara dengan upah sekitar seratus hari kerja.
Perbandingan ini dramatis: hutang kita kepada Allah Bapa (dosa) adalah sepuluh ribu talenta (tidak dapat dibayar); hutang sesama kita kepada kita adalah seratus dinar (sepele, relatif).
2. Hubungan Kasih dan Pengampunan
Tindakan raja yang mengampuni hutang sepuluh ribu talenta adalah gambaran sempurna dari Kasih Agape dan anugerah Allah Bapa—pengampunan tak bersyarat yang diberikan kepada kita. Namun, hamba yang telah diampuni gagal menjalankan kasih agape ini kepada sesama hambanya.
Kegagalan hamba tersebut menunjukkan: Anda tidak dapat benar-benar memahami atau menerima besarnya pengampunan Allah Bapa jika Anda menolak untuk memberikannya kepada orang lain. Kasih yang sejati, kasih Kristen, mustahil hidup berdampingan dengan kepahitan, dendam, dan keengganan untuk mengampuni. Kasih yang menuntut pengampunan adalah perpanjangan logis dari kasih yang telah kita terima.
3. Konsekuensi Kepahitan
Akhir perumpamaan ini sangat keras. Raja itu marah dan menyerahkan hamba yang tidak mengampuni itu kepada algojo sampai ia melunasi seluruh hutangnya. Tuhan Yesus Kristus menyimpulkan: “Demikian juga Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Matius 18:35).
- Peringatan: Ayat ini bukan berarti kita akan kehilangan keselamatan, tetapi menunjukkan bahwa orang yang benar-benar mengalami kasih dan anugerah Allah Bapa yang radikal tidak mungkin bisa menyimpan kepahitan. Kepahitan adalah bukti bahwa hati kita belum tersentuh oleh besarnya pengampunan ilahi.
Kasih Kristen menuntut kita untuk memecahkan siklus kepahitan hari ini. Pengampunan bukanlah perasaan; itu adalah keputusan kehendak untuk membatalkan hutang orang lain, sama seperti Kristus membatalkan hutang kita. Diperlukan anugerah dan kasih Allah Bapa untuk melepaskan kepahitan, tetapi hanya dengan melepaskannya, kita dapat benar-benar hidup dalam kebebasan yang disediakan oleh Agape Kristus.




