By Alunea / Kasih / Juli 10, 2025.
Dalam 1 Korintus 13, Rasul Paulus menulis sebuah puisi cinta yang tidak hanya indah, tetapi juga sangat radikal. Salah satu bagian yang paling menggugah berbunyi:
“Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1 Korintus 13:7)
Frasa terakhir ini — "kasih menanggung segala sesuatu" atau dalam bahasa Inggrisnya “Love endures all things” — sering kali terdengar begitu agung di telinga kita. Namun dalam praktik, kalimat ini menuntut lebih banyak dari yang bisa kita bayangkan. Apakah kasih benar-benar bisa menanggung segala sesuatu?
Kita hidup di dunia yang patah. Hubungan yang dulu hangat menjadi dingin. Janji yang pernah diucapkan kini dilupakan. Keluarga hancur. Sahabat berbalik arah. Bahkan dalam komunitas rohani pun, kekecewaan bisa terasa begitu dalam.
Dalam dunia seperti ini, kasih sering kali diuji. Dan ketika itu terjadi, muncul godaan untuk mundur, menutup hati, dan membangun tembok perlindungan. Kita berkata, “Sudah cukup.” Tetapi kasih sejati tidak menyerah semudah itu.
Sebut saja Ibu Maria, seorang perempuan yang sudah menikah selama lebih dari 20 tahun. Suaminya, Pak Andi, mengalami krisis iman dan kehilangan pekerjaan. Dalam keputusasaan, ia berubah menjadi orang yang keras kepala dan tertutup. Banyak orang menyarankan Maria untuk menyerah. Tapi Maria memilih untuk bertahan, mendoakan, dan tetap melayani dengan kasih.
Bukan karena ia tidak terluka. Tetapi karena ia percaya bahwa kasih bukanlah perasaan semata, melainkan pilihan untuk tetap hadir, tetap percaya, dan tetap mengharapkan pemulihan—meski dalam waktu yang lama.
Tahun demi tahun berlalu, dan akhirnya, suaminya mulai kembali pada Tuhan. Mereka membangun ulang hubungan mereka, sedikit demi sedikit. Bagi Maria, kasih memang menanggung segala sesuatu — bahkan tahun-tahun penuh air mata.
Dalam bahasa aslinya, kata “menanggung” (dalam 1 Korintus 13:7) berasal dari kata Yunani hypomenei, yang artinya bukan hanya “bertahan”, tetapi “bertahan di bawah tekanan dengan kesetiaan”. Ini bukan ketabahan yang pasif, melainkan kekuatan aktif yang terus berdiri teguh, meski dihantam badai.
Kasih seperti ini bukan berasal dari manusia semata. Ini adalah kasih yang mengalir dari hati Allah—kasih yang ditunjukkan oleh Kristus di kayu salib.
Yesus adalah teladan tertinggi dari kasih yang menanggung segala sesuatu. Dia dikhianati, disangkal, disiksa, bahkan disalibkan oleh orang-orang yang dikasihi-Nya. Namun, Ia tidak membalas. Ia tidak menyerah. Bahkan di atas salib, Ia berdoa:
“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34)
Kasih Kristus tidak menunggu orang berubah dulu untuk mengasihi. Ia tetap mengasihi, meskipun tidak dibalas. Kasih-Nya tetap tinggal.
Mengasihi seperti Kristus bukan hal mudah. Tapi bukan berarti mustahil. Berikut beberapa cara yang bisa kita renungkan:
Ketika semua hal lainnya gagal—harta, kesehatan, status, dan bahkan impian—kasih sejati tetap tinggal. Dunia mungkin menyebutnya lemah, tapi dalam kasih seperti inilah terdapat kekuatan terbesar.
“Dan sekarang tetaplah iman, pengharapan dan kasih, ketiganya ini. Dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” (1 Korintus 13:13)
Kasih Tuhan hadir juga di artikel ini
Ayat Alkitab Harian