Kepatuhan yang Mengguncang Tembok: Kisah Yosua dan Jatuhnya Yerikho

Setelah empat puluh tahun mengembara di padang gurun, Yosua mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan dari Musa untuk memimpin bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian. Tugas pertamanya sangatlah menakutkan: menaklukkan Yerikho, sebuah kota benteng kuno yang dikelilingi oleh tembok ganda yang tebal dan kokoh—sebuah simbol dari rintangan yang mustahil diatasi dengan kekuatan manusia. Bagi Israel, tembok Yerikho adalah ujian pertama; bagi Yosua, itu adalah ujian kepemimpinan dan ketaatan yang mutlak kepada strategi perang dari Allah Bapa.
Puncak Kisah: Strategi yang Tidak Masuk Akal
Sebelum pertempuran dimulai, Yosua bertemu dengan Panglima Balatentara Tuhan Yesus Kristus, yang memberinya instruksi yang sepenuhnya bertentangan dengan semua logika militer. Allah Bapa tidak memerintahkan mereka membuat tangga, menggunakan mesin pelontar, atau melakukan pengepungan jangka panjang. Sebaliknya, mereka diperintahkan melakukan hal-hal yang tampak bodoh di mata musuh: seluruh pasukan, termasuk imam-imam yang membawa Tabut Perjanjian, harus mengelilingi kota sekali sehari selama enam hari, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kecuali bunyi sangkakala. Pada hari ketujuh, mereka harus mengelilingi kota tujuh kali, dan pada tiupan sangkakala yang terakhir, semua orang harus bersorak dengan suara yang nyaring.
Inti Inspiratif dan Pembelajaran
Ketaatan Yosua pada perintah yang tidak masuk akal ini adalah inti dari kisah inspiratif ini. Ia tidak memprotes, tidak meminta alternatif, dan tidak meragukan. Ia memimpin bangsanya dalam ketaatan yang radikal. Mereka berjalan setiap hari dalam keheningan yang disiplin, percaya bahwa cara Allah Bapa yang absurd jauh lebih efektif daripada taktik manusia yang paling canggih. Dan persis seperti yang dijanjikan, pada sorakan nyaring di hari ketujuh, tembok Yerikho roboh, bukan karena ledakan atau senjata, melainkan karena ketaatan dan iman yang bersatu. Kisah ini mengajarkan kita bahwa rintangan terkuat dalam hidup kita seringkali runtuh bukan melalui kekuatan kita, tetapi melalui ketaatan kita yang sederhana pada pimpinan Allah Bapa, seaneh apa pun pimpinan itu terlihat.
Refleksi Praktis
Pikirkan tembok “Yerikho” apa yang sedang Anda hadapi hari ini—mungkin itu adalah masalah kebiasaan buruk, masalah dalam keluarga, atau tujuan yang terasa tak mungkin diraih. Alih-alih mencoba merobohkannya dengan kekuatan Anda sendiri, tanyakan pada diri Anda: “Apa perintah ‘berjalan mengelilingi’ yang Allah Bapa berikan kepada saya hari ini?” Itu mungkin berarti disiplin doa yang konsisten, meminta maaf meskipun sulit, atau memberi dalam situasi kekurangan. Kemenangan sejati sering kali dimulai dengan langkah ketaatan yang sunyi, yang pada akhirnya akan menghasilkan sorak-sorai kemenangan yang dahsyat.




