Alunea
Kisah di Balik Lagu Rohani “How Great Thou Art”
Ilustrasi Carl Boberg berjalan pulang dari gereja kecil di kota Mönsterås, Swedia dan seorang misionaris asal Inggris bernama Stuart K. Hine.
Kisah di Balik Lagu Rohani “How Great Thou Art”
Ilustrasi Carl Boberg berjalan pulang dari gereja kecil di kota Mönsterås, Swedia dan seorang misionaris asal Inggris bernama Stuart K. Hine.

Kisah di Balik Lagu Rohani “How Great Thou Art”

Alunea   Kisah Inspiratif   Agustus 21, 2025.


Awal Mula di Swedia

Pada tahun 1885, seorang pendeta muda bernama Carl Boberg berjalan pulang dari gereja kecil di kota Mönsterås, Swedia. Saat itu cuaca tiba-tiba berubah: langit yang cerah mendadak gelap, guntur menggelegar, dan petir menyambar di kejauhan. Angin bertiup kencang, membawa aroma laut dan hujan.

Namun badai itu tidak berlangsung lama. Tak lama kemudian, awan terbelah, sinar matahari menembus langit, dan burung-burung kembali bernyanyi. Suasana itu begitu dramatis — dari kedahsyatan badai hingga keindahan ciptaan Tuhan yang tenang.

Boberg begitu terkesan oleh peristiwa tersebut. Ia merenungkan kebesaran Allah yang nyata dalam ciptaan dan kuasa-Nya atas alam semesta. Dari pengalaman itu lahirlah sebuah puisi berjudul “O Store Gud” (dalam bahasa Swedia berarti “Ya Allah yang Besar”).

“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.”

— Mazmur 19:2

Dari Puisi Menjadi Lagu

Puisi Boberg segera menyebar, dilagukan dengan melodi rakyat Swedia. Lagu ini kemudian diterjemahkan ke bahasa Jerman pada tahun 1907, dan tahun 1912 diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Rusia dengan judul “Velikiy Bog” (Allah yang Mahabesar).

Di Rusia dan Ukraina, lagu ini menjadi sangat populer, dinyanyikan dalam kebaktian dan persekutuan doa. Melalui para misionaris, nyanyian tersebut terus bergema dan menyeberangi batas budaya serta bahasa.

“Sebab segala sesuatu yang dapat diketahui tentang Allah nyata bagi mereka, karena Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya… dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan.”

— Roma 1:19–20

Stuart K. Hine dan Versi Bahasa Inggris

Tahun 1930-an, seorang misionaris asal Inggris bernama Stuart K. Hine bersama istrinya melayani di wilayah pegunungan Carpathian, Ukraina. Di sana ia mendengar jemaat lokal menyanyikan versi Rusia dari “O Store Gud.”

Hine sangat tersentuh, lalu menerjemahkan liriknya ke bahasa Inggris. Tidak hanya itu, ia menambahkan dua bait baru berdasarkan pengalamannya sendiri dalam pelayanan:

  • Satu bait menggambarkan keindahan alam yang ia lihat di pedesaan Ukraina.
  • Satu bait lagi menekankan karya keselamatan Kristus di kayu salib.

“Tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”

— Roma 5:8

Dari sinilah lahir versi bahasa Inggris yang kita kenal hari ini: “How Great Thou Art.”

Mendunia Lewat Billy Graham Crusades

Lagu ini mulai dikenal secara luas ketika dinyanyikan oleh George Beverly Shea dalam kebaktian besar Billy Graham Crusades pada tahun 1950-an. Ribuan orang yang hadir begitu tersentuh, dan sejak itu “How Great Thou Art” menjadi lagu pujian yang tidak pernah absen dalam pelayanan-pelayanan besar.

Pada tahun 1960-an, penyanyi legendaris Elvis Presley juga membawakannya dalam salah satu album rohani. Versi Elvis menembus dunia sekuler dan membawa lagu ini ke telinga jutaan orang di seluruh dunia. Sejak itu, lagu ini dinobatkan sebagai salah satu lagu rohani Kristen paling berpengaruh sepanjang sejarah.

“Sebab Tuhan yang Mahabesar dan Raja yang mengatasi segala allah. Sebab di tangan-Nya lah dasar-dasar bumi, dan puncak gunung-gunung pun kepunyaan-Nya.”

— Mazmur 95:3–4

Makna yang Abadi

Mengapa lagu ini begitu kuat menyentuh hati?

Karena liriknya sederhana namun dalam. Lagu ini mengajak kita merenungkan kebesaran Allah yang nyata dalam ciptaan: gunung, hutan, langit, badai, dan segala yang ada di dunia ini. Namun lebih dari itu, lagu ini membawa kita pada puncak kasih Allah — pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus manusia.

“Siapakah yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan, atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?... Dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.”

— Roma 8:35, 37

Dengan penuh kerendahan hati, lagu ini diakhiri dengan kerinduan akan hari kedatangan Kristus yang kedua kali, ketika orang percaya akan bertemu dengan Tuhan muka dengan muka.

“Sesudah itu kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.”

— 1 Tesalonika 4:17

“How Great Thou Art” bukan sekadar lagu rohani yang indah. Ia adalah doa, pengakuan iman, dan kesaksian penyembahan yang lahir dari pengalaman nyata melihat kebesaran Tuhan.

Dari sebuah badai di Swedia, lagu ini menjalar ke seluruh dunia, menguatkan iman jutaan orang, dan hingga kini tetap dinyanyikan di gereja-gereja, konser rohani, bahkan di ruang-ruang pribadi saat orang berdoa.

Setiap kali kita menyanyikannya, kita diingatkan:

Allah kita benar-benar besar, layak dipuji, dan kasih-Nya tidak pernah berubah.

“Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Kemuliaan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan.”

— Mazmur 8:2

Refleksi Pribadi: Menemukan Kebesaran Allah di Kehidupan Sehari-hari

Kisah lahirnya “How Great Thou Art” mengingatkan kita bahwa sering kali pengalaman sederhana — berjalan di tengah hujan, menyaksikan badai, mendengar suara burung — bisa menjadi momen perjumpaan dengan Allah.

Carl Boberg tidak sedang mencari pengalaman spektakuler; ia hanya pulang dari gereja. Tetapi di tengah alam, Tuhan berbicara melalui ciptaan-Nya. Dari situ lahirlah sebuah puisi yang akhirnya menguatkan iman jutaan orang di seluruh dunia.

Hal ini menantang kita:

  • Apakah kita masih peka mendengar suara Tuhan dalam kehidupan sehari-hari?
  • Ketika melihat langit malam, pegunungan, atau bahkan badai masalah hidup, apakah kita bisa berkata, “Ya Tuhan, Engkau sungguh besar”?
  • Dan yang terpenting, apakah kita sudah benar-benar menyadari betapa besar kasih Allah melalui karya Kristus di kayu salib?

 “Sebab kepada-Mu saja, ya TUHAN, besar dan mulialah nama, dan Engkaulah yang lebih besar daripada segala-galanya.”

— 1 Tawarikh 29:11

Ajakan untuk Kita Hari Ini

Setiap kali kita menyanyikan “How Great Thou Art,” mari kita tidak hanya menikmati melodinya, tetapi sungguh-sungguh menjadikannya doa pribadi.

  • Ketika hidup terasa berat, biarlah liriknya mengingatkan kita bahwa kasih Allah lebih besar daripada segala masalah.
  • Saat kita melihat keindahan alam, mari belajar menyembah Sang Pencipta, bukan ciptaan itu sendiri.
  • Dan ketika kita menantikan kedatangan Kristus kembali, nyanyian ini menjadi pengharapan yang menguatkan.

Cobalah hari ini meluangkan waktu sejenak. Lihatlah langit, pohon, atau dengarkan suara alam di sekitar. Ucapkan doa sederhana:

“Tuhan, Engkau sungguh besar dalam hidupku.”

Mungkin dari doa singkat itu, iman kita akan diperbarui — sama seperti yang dialami Carl Boberg lebih dari seratus tahun lalu.

Jadi, lagu “How Great Thou Art” bukan hanya warisan musik, tetapi juga warisan iman. Kiranya setiap kali kita menyanyikannya, hati kita makin terbuka untuk berkata:

“Ya Allahku, betapa besar Engkau.”

Ayat Alkitab Harian