Hidup Ini Cuma Sebentar, Jadi Mau Dipakai Buat Apa?

Bacaan AlkitabMazmur 90:12

Bayangin, saya lagi asyik gowes, rasanya sudah cepat banget. Eh, tahu-tahu, seorang nenek-nenek di sepeda ngebut aja nyalip saya! Jujur, malu banget, sih. Nggak ketangkep lagi pas saya coba kejar buat ambil foto!

Kejadian konyol itu tiba-tiba kasih saya flashback tentang hidup. Kita sering merasa sudah melaju kencang, sudah melakukan banyak hal. Tapi terkadang, ada saja “nenek-nenek” lain dalam hidup—mungkin orang lain, mungkin waktu—yang ngacir duluan dan bikin kita sadar: Ternyata saya belum secepat itu, ya?

Perjalanan Panjang yang Cepat Berlalu

Hidup itu memang seperti jalur sepeda yang panjang banget, kayak jalur sepeda sepanjang jalan Jend Sudirman hingga Bundaran HI. Kita bisa tahu persis kapan harus mulai, di mana tempat istirahat yang enak, bahkan di mana ada akar pohon yang bisa bikin kita jatuh kalau nggak hati-hati. Kita bisa sok tahu merencanakan semua rute hidup kita.

Tapi pertanyaannya, apakah hidup ini benar-benar sepanjang yang kita kira?

Ketika kita melihat ke belakang, waktu rasanya terbang lenyap. Tahu-tahu sudah belasan tahun sejak kejadian penting. Tahu-tahu anak sudah gede. Tahu-tahu rumah yang baru dibangun sudah harus direnovasi. Segala hal yang terasa lama banget di masa lalu, kini sudah berakhir dan menjadi sejarah yang diceritakan dalam hitungan menit.

Intinya: Hidup itu dua-duanya. Panjang, karena banyak fasenya. Tapi juga Singkat, karena cepat sekali berakhir.

Kenapa Hidup Terasa Singkat?

Menurut Musa dalam Mazmur 90, ada beberapa alasan kenapa hidup kita terasa begitu rapuh dan singkat:

  1. Dibandingkan Tuhan, Kita Bukan Siapa-Siapa. Di mata Tuhan, seribu tahun itu cuma kayak kemarin sore. Kita? Kita cuma kayak rumput. Pagi tumbuh subur, eh sorenya sudah kering dan layu. Nggak ada apa-apanya!
  2. Karena Dosa. Musa melihat kehidupan orang-orang Israel di padang gurun—setiap hari ada saja yang meninggal. Ini adalah konsekuensi dari dosa dan ketidakpercayaan. Di mata Allah yang Mahakudus, dosa kita terbuka terang benderang. Hidup kita 70 atau 80 tahun—dan itu pun penuh susah dan kepedihan.

Tuhan itu Kekal, dari dulu sampai selamanya. Sementara kita sementara, kembali menjadi debu. Makanya, kalau kita hanya fokus mencari kesenangan duniawi dan “hidup sekadar ada,” waktu kita akan habis sia-sia begitu saja.

Kebutuhan Kita: Punya Hati yang Bijaksana

Lalu, apa solusinya? Musa kasih nasihat paling penting di Mazmur 90 ayat 12:

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami, supaya kami peroleh hati yang bijaksana.”

Ini adalah titik balik di tengah kesadaran akan kefanaan. Kita nggak cuma disuruh menerima bahwa hidup itu singkat, tapi disuruh menghitungnya!

  • Hitung Hari-Hari: Artinya, sadarilah jatah waktu yang kamu punya itu terbatas. Berapa pun usiamu, waktu untuk melakukan hal yang bernilai kekal itu ada batasnya.
  • Tujuannya? Supaya kita punya Hikmat. Ini bukan cuma pintar secara akademis, tapi keterampilan hidup—kemampuan untuk menggunakan waktu yang terbatas itu dengan cerdas dan produktif demi kemuliaan Tuhan.

Sering banget kita nunda-nunda: “Nanti pas pensiun deh baru pelayanan,” atau “Nanti pas anak sudah besar deh baru serius baca Alkitab.” Pemikiran itu berbahaya, karena waktu terbang lenyap secepat nenek-nenek yang menyalip saya tadi!

Pepatah lama mengatakan: “Satu hidup akan segera berlalu, hanya yang diperbuat untuk Kristus yang akan kekal.”

Mari Teguhkan Karya Tangan Kita

Maka dari itu, setelah kita sadar betapa singkatnya waktu, respons kita harusnya adalah berdoa dan bertindak.

Doa yang diajarkan Musa adalah memohon kemurahan Tuhan dan meminta agar karya tangan kita diteguhkan oleh-Nya. Jangan panik, jangan ambil kendali hidup dengan kekuatan sendiri. Sebaliknya, bergantunglah sepenuhnya pada Tuhan, karena Dia adalah satu-satunya tempat berlindung kita.

Intinya: Hidup ini cuma sekejap. Gunakan waktu yang singkat ini untuk melakukan pekerjaan yang akan bertahan selamanya. Mulai hitung hari-harimu, berhentilah menunda, dan hiduplah dengan kebijaksanaan hari ini juga.

Berbagi
×